Aku menyempatkan diri untuk belajar beberapa hal perihal
menjemput rejeki. Ada yang ngajarin wiridan tertentu. Sholat tertentu. Doa-doa
tertentu yang dibaca sekian kali.
Ada juga kelas vibrasi penarik rejeki. Salah satunya ngajak
ngobrol sama uang. Ada juga perlakuan-perlakuan tertentu terhadap uang. Misal
uang jangan dilipat. Harus rapi dan diurut. Kadang juga diajak ngobrol saat mau
dipakai, misal ngobrolnya gini : “Kamu nanti balik lagi ya? Ajak teman-temanmu”
Hahaha
Aku banyak berpikir perihal ini.
Aku rada ga sreg.
Ini mengalihkan hubungan yang semestinya aku bangun : ‘Ngajak
ngomong’ Tuhan.
Diwaktu yang berbatas dan serta merta tak terduga tiba-tiba
tak ada waktu, kenapa harus ngajak ngomong benda-benda? Kenapa ga ngajak
ngomong pemiliknya? Pemilik benda-benda itu?
Ritual-ritual yang katanya harus dibaca sekian dan sekian,
apakah mengalihkanku pada yang Maha atau hal tersebut sebaiknya aku lakukan
demi belajar disiplinku?
.
Aku melihat tingkatan-tingkatan. Orang melakukannya sudah di
level mana?
Sepertinya baru kemaren aku didudukkan mamaku dan diajari
berhitung. Diajari tambah-tambahan dan kurang-kurangan. Aku juga disuruh
menghafal.
Bukankah tahapannya memang pada waktu itu aku masih disitu?
Tak ada yang salah dalam proses, walau guruku pernah bilang
: “Kamu ini belajar 6 tahun atau kamu ini belajar 1 tahun lalu mengulangnya
sebanyak 6x?”. Jika itu belajar bela diri dan penguialangan tersebut dibutuhkan
untuk menguatkan otot dan reflek sih oke.
.
Jujur aku malu dengan sholatku. Semestinya di usia segini,
kualitas sholatku bukan seperti yang biasa aku lakukan. Sholatku aku rasa masih
sama seperti kemaren waktu masih 6 SD. Kualitasnya. Rasanya. Komunikasinya.
Ritualnya. Rutinitasnya.
.
Pada suatu tiktok aku melihat narasi seseorang yang berkata
: “Pada akhirnya semua ujian yang hadir adalah untuk membuatmu sadar, bahwa
yang tersisa hanyalah ALLAH SWT semata; karena mereka semua fana; dan ketenangan
hanya saat bersamaNYA.
.
Ayahku pernah bilang, temannya rutin mengamalkan Al Ikhlas,
lalu matanya pun tidak bisa disobek dengan silet. Waktu itu pernah dipraktekkan
dihadapan ayahku dan teman-teman ayahku. Jujur bukan itu yang aku inginkan. Aku
cuma ingin sepanjang waktu bisa Al Ikhlas. Agar aku bisa ikhlas. Ridho.
Yohan Wibisono
Ditulis tanggal 4 untuk tanggal 3