Dulu aku bekerjasama dalam sebuah tim. Tim yang terbentuk oleh mereka dahulu baru setelahnya aku menyusul bergabung. Mereka terbentuk karena perasaan sama senasib sepenanggungan : pernah ditipu. Ditipu dalam jumlah besar juga.
Lalu kami merencanakan beberapa hal. Kemudian kami mengeksekusinya.
Dalam perjalanan menjalani rencana, aku melihat hal-hal yang ga masuk akal bagiku perihal kinerja beberapa orang.
Mas, besok ya ngiklan
Ya
Besoknya ga ngiklan
Besoknya lagi ga ngiklan
Besoknya lagi ga ngiklan
Berhari-hari berminggu-minggu dengan berbagai macam alasan
Akhirnya kita panggil semacam psikolog. Belajarlah kami akan luka batin dan ganjalan-ganjalan atau kegagalan berpola.
Aku marah. Mungkin juga sempat bersumpah serapah.
Demikian juga terjadi dengan personil lain yang aku juga ga habis pikir dengan kinerjanya.
Dan seterusnya.
...
Beberapa waktu kemudian kami tumbuh menjadi perusahaan dengan fokus yang berbeda. Setelah banyak sekali kegagalan yang sebagian aku tumpahkan kesalahan pada mereka.
Di fokus yang baru ini aku tidak berperan banyak karena banyak hal-hal berbau teknis IT yang tidak aku pahami. Dan mereka-mereka yang pernah aku anggap kinerja buruklah yang berperan didepan membangun tim ini.
Bahkan beberapa kali secara personal aku dibantu mereka.
Keadaan ini menyadarkanku bahwa :
- Cara aku menyikapi keadaan kemaren kurang bijak.
- Setiap orang punya kesempatan untuk tumbuh.
- Setiap orang punya kelebihan di bidang masing-masing.
- Kita tidak pernah tahu suatu saat nanti siapa yang dikirim Allah untuk menolong kita
- Semua kebaikan adalah kebaikan walau kita tidak mampu melihatnya sebagai kebaikan